DENPASAR – Sebuah babak baru terkuak dalam penanganan kasus dugaan korupsi yang menyelimuti Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Denpasar. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali secara resmi menaikkan status penanganan perkara alih fungsi lahan di kawasan konservasi vital ini dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Langkah ini diambil setelah penyidik menemukan adanya indikasi kuat tindak pidana korupsi yang merugikan negara.
Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, I Ketut Sumedana, mengumumkan peningkatan status ini dalam sebuah konferensi pers yang digelar di Denpasar pada hari Senin (20/10/2025). Ia menjelaskan bahwa tim penyidik telah bekerja keras mengumpulkan bukti dan keterangan.
"Kejaksaan Tinggi Bali pada hari ini meningkatkan status dua perkara ke tingkat penyidikan, salah satunya status penanganan perkara Tahura. Menurut, teman-teman penyidik, ada indikasi tindak pidana korupsi sehingga pada siang hari ini kami tim penyidik Kejaksaan Tinggi Bali meningkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan, " ujar Sumedana.
Proses penyelidikan yang telah berjalan sebelumnya melibatkan pemeriksaan terhadap kurang lebih 20 orang saksi. Para saksi ini memiliki kaitan langsung dengan pengelolaan dan status lahan di Tahura Ngurah Rai. Selain itu, berbagai dokumen penting juga telah didalami oleh tim penyidik untuk mencari celah dan bukti yang memberatkan.
Meskipun statusnya baru saja ditingkatkan, Kejati Bali menegaskan bahwa langkah penegakan hukum yang lebih tegas kini dapat segera dilakukan. "Yang sekarang kita lakukan pendalaman dan pemeriksaan adalah dari kehutanan, BPN (Badan Pertanahan Nasional). Sudah diklarifikasi pada saat penyelidikan. Nanti saat penyidikan akan terang benderang siapa yang memegang hak pertama, kedua, ketiga itu nanti akan lebih terang di penyidikan, " jelas Sumedana.
Sumedana menekankan bahwa Tahura Ngurah Rai merupakan aset negara yang dialokasikan khusus untuk konservasi lingkungan. Peruntukannya yang krusial untuk menjaga kelestarian alam dan mengatasi abrasi pantai tidak dapat diganggu gugat untuk kepentingan lain, apalagi dialihfungsikan menjadi lahan produktif.
"Ini tanah negara yang kemudian tidak bisa diganggu gugat untuk peruntukannya karena untuk kepentingan lingkungan, kepentingan (mengatasi) abrasi pinggiran pantai sehingga oleh negara dan kehutanan tempat ini harus dilindungi dan dijaga, " tegasnya.
Temuan mengejutkan muncul ketika terungkap bahwa alih fungsi lahan di Tahura Ngurah Rai telah terjadi sejak tahun 1990-an, yang berujung pada munculnya 106 tanah bersertifikat di dalam kawasan konservasi tersebut. Kejati Bali bertekad untuk mengusut tuntas bagaimana perolehan sertifikat tersebut bisa terjadi dan bagaimana pengalihan hak serta fungsi lahan tersebut berlangsung.
"Ini kami kejar. Bagaimana perolehannya, bagaimana pengalihan fungsinya, bagaimana terjadi pengalihan haknya. Kami belum bisa melakukan upaya paksa ke instansi terkait. Kalo sudah bisa, esok anak-anak (penyidik) sudah bisa masuk semua mulai penggeledahan, upaya paksa bahkan bisa melakukan pemanggilan paksa, " imbuh Sumedana.
Dalam proses klarifikasi awal, para pejabat di instansi terkait di Bali terkesan saling menutupi informasi. Namun, dengan adanya status penyidikan ini, Kejati Bali optimis kasus ini akan segera menemui titik terang.
"Proses penyidikan masih klarifikasi sifatnya, jadi belum begitu muncul masih saling menutupi. Tetapi, dengan adanya penyidikan ini, mudah-mudahan semakin terang ke mana arah perkaranya, berapa lahan yang dicaplok dan kerugian negara, " tutup Sumedana. (PERS)